"Children are born true scientists. They spontaneously experiment and experience and reexperience again. They select, combine, and test, seeking to find order in their experiences - "which is the mostest? which is the leastest?" They smell, taste, bite, and touch-test for hardness, softness, springiness, roughness, smoothness, coldness, warmness the heft, shake, punch, squeeze, push, crush, rub, and try to pull things apart." R. Buckminster Fuller

Informa Studio Indonesia

Informa Studio Indonesia

PT. Maximize Informa Studio Indonesia (MISI) perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan Multimedia, Software dan Animasi. Berdiri sejak tahun 2001, perusahaan kami telah menghasilkan lebih dari 50 seri produk Pendidikan anak-anak dan Film Animasi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi infomatika berkembang sedemikian pesat. Saat ini teknologi telah digunakan pada hampir di setiap sendi kehidupan dan membuat dunia yang seakan tanpa batas wilayah (Borderless World), karena semua informasi, pengetahuan, pendidikan dapat di akses dari mana saja.

Sejalan dengan perkembangan ini dan untuk memajukan dan mempersiapkan SDM masa depan yang handal dan siap beradaptasi dengan perkembangan IPTEK, maka lahirlah produk kebanggaan Software Pendidikan Anak-anak Edu-Games dan Film Animasi Bobby Bola. Produk-produk tersebut adalah asli Buah Karya Anak Bangsa yang seluruh proses pembuatannya di lakukan PT. MISI. Dimulai dari perancangan model, ide cerita, pembuatan script, Story Board, Ilustrasi dasar, pembuatan gerakan, pengisian suara, pembuatan musik sampai dengan proses pemograman seluruhnya ditangani sendiri.

Untuk mewujudkan Misi memajukan teknologi computer dan multimedia di Indonesia, dan Visi untuk Mengembangkan Kecerdasan Anak Bangsa, secara berkesinambungan PT. MISI melakukan research dan development agar produk-produk yang dihasilkan tetap up-to-date dan memenuhi standard pembelajaran dan tren teknologi yang terus berkembang.

Sejak Tahun 1999, Maximize Production House secara konsisten mengembangkan software pendidikan Anak anak yang bermutu tinggi. Produk - produk berkualitas yang dihasilkan dapat membantu mengembangkan dasar maupun Konsep Pendidikan Anak yang memadukan unsur CHAMPS - FIELD yaitu:

Creativity - Happy - Adventure - Motivation - Play - Skill -
Fun - Independent - Education - Logic - Decision

Unsur-unsur ini sangat mendukung proses pembelajaran anak sesuai dengan kurikulum Sekolah Dasar, seperti : Matematika, Geografi, Biologi, Pengetahuan Alam, Pengetahuan Benda-benda disekeliling kita, Pengetahuan Sejarah, Seni Bahasa, Seni Musik, Pattern & Logika, Strategi, Klasifikasi, Analisa & Hipotesa, Elektronika.

Semua produk unggulan Maximize Informa Studio telah melewati proses penelitian dan pengujian yang intensif, dengan memadukan semua masukan dari para pendidik profesional, orang tua murid, dan anak-anak. Setiap produk mempunyai keseimbangan komposisi kemasan pendidikan dengan nilai hiburan, jadi anak-anak akan tetap bergembira saat belajar.

Bagaimana kami melakukannya? Dengan karakter yang memikat. Situasi yang penuh tantangan, cakupan pelajaran yang kaya akan permainan , didukung design grafis yang penuh warna-warni, suara dan animasi yang sangat menarik serta tingkat kesulitan dan tingkat permainan yang dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pribadi anak-anak anda.

Sebagai orang tua dan pendidik, kita mengakui bahwa pendidikan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Hal ini merupakan sebuah perjalanan pengalaman yang sangat personal. Oleh sebab itu kami mengembangkan produk dengan sistem yang lengkap sesuai program usia yang tepat.

Sistem ini memudahkan anda untuk mengambil keputusan dalam memilih produk yang tepat untuk anak di setiap tingkat perkembangan pendidikan mereka. Sebagai bagian terpadu dalam sistem Maximize Informa Studio, setiap produk kami spesifikasikan sesuai kelompok usia dan materi pendidikan dengan tema yang tepat untuk menambah daya tarik anak-anak anda untuk belajar.

Selasa, 04 November 2008

Menghadapi 5 Sifat Khas Balita

Ada alasan mengapa anak batita mulai menunjukkan sifat egois, agresif, bossy, tapi juga suka menyendiri, dan bahkan pemalu. Semuanya wajar asalkan tidak menetap dan sampai menghambat pengembangan dirinya.
Untuk itulah sifat-sifat khas tersebut tetap perlu diintervensi agar dapat menempati porsinya yang pas dan memberi kesempatan kepada sifat lain yang lebih baik untuk berkembang sebagai karakter anak. Nah, bagaimana mengintervensi ke-5 sifat tersebut?
1. EGOSENTRIS
Sifat yang umumnya muncul pada usia 15 bulanan (atau saat anak sudah sadar akan dirinya/self awareness) ini disebabkan oleh ketidakmampuan si kecil dalam melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari kaca mata dirinya. Lantaran sifat ini juga, anak batita selalu “here and now.”
Bila ingin sesuatu harus didapat saat itu juga alias tidak mau menunggu. Misal, saat ia minta es krim pada malam hari ya dia enggak mau tahu harus mendapatkannya saat itu juga. Contoh lain, si kecil merebut mainan temannya. Meski temannya menangis, ia tidak peduli karena ia “berprinsip” “saya suka, saya mau, maka saya harus dapatkan”
Bila dilihat dari perkembangan kognitif, sifat egois akan menghilang saat usia anak 6 tahun. Karena semakin besar anak, lingkungan sosial akan menuntut anak untuk sadar akan lingkungan, selain sadar diri. Nah, pada saat usianya menginjak 3 tahun, sebenarnya anak sudah mulai sadar akan tuntutan sosial tersebut namun perlu stimulasi dari orangtua.
Egosentris yang dibiarkan terus---dalam arti anak selalu mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa mempertimbangkan adanya aturan-aturan sosial---bisa menetap sampai si kecil beranjak dewasa dan anak akan dicap buruk oleh lingkungan.
Cara menyiasati
Memang masih agak sulit batita diberi pengertian. Meski ada beberapa anak yang sudah bisa. Namun bagaimanapun di usia batita ini orangtua sudah harus menerapkan aturan-aturan disertai pengertian kepada anak bahwa tidak semua keinginan anak harus terpenuhi. Pada contoh kasus es krim di atas, berilah anak pengertian. Misalnya, ”Hari sudah malam, Dek. Mataharinya juga sudah tidur dan tokonya tutup. Saat mataharinya bangun pagi nanti, baru kita bisa beli es krim.” Jadi, yang penting adalah aturan harus diberikan secara konsisten.
2. BOSSY ATAU SUKA PERINTAH
Bossy sebenarnya masih berhubungan dengan sifat egosentris. Sifat ini merupakan kelanjutan dari usia bayi di mana anak sebelumnya selalu diladeni. Saat memasuki usia batita dimana anak sudah tidak lagi bergantung sepenuhnya dengan orang dewasa---dalam arti ia sudah bisa jalan, bicara, dan melakukan apa pun yang diinginkannya---anak merasa memiliki otonomi. Sikap otonom ini sering dibarengi dengan sikap menyuruh orang lain demi mendapatkan apa yang diinginkan. Seperti, “Mbak, ambilin susu” atau “Bukain sepatu.” Kondisi ini bisa “diperparah” bila ada model orang dewasa di sekitar anak yang selalu bersikap bossy, atau memang anak tidak dibiasakan mandiri.
Yang jelas, sifat bossy tidak akan menghilang dengan sendirinya. Karena anak merasa keenakkan. Ngapain capek-capek melakukan sesuatu kalau hanya dengan menyuruh saja, ia mendapatkan apa yang diinginkan? Perilaku suka perintah di usia batita jadi bisa dianggap lucu. Tapi begitu anak sudah lebih besar lagi, percaya deh kalau sifat itu akan menjengkelkan banyak orang sehingga ia akan dijauhi teman-temannya.
Cara menyiasati
- Ajarkan kemandirian (dari hal-hal sederhana) secara bertahap seperti cuci tangan sebelum makan, makan sendiri, buka sepatu dan lain sebagainya.
- Jangan menampilkan sikap bossy pada siapa pun (termasuk pada PRT) karena si kecil akan mudah “terinsiprasi” untuk bertingkah laku yang sama.
- Bila anak sudah kadung bossy dan terbiasa main suruh, coba bangun kemandiriannya dan dorong ia untuk mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Misal, “Dek coba yuk buka sepatunya sendiri. Mama temani.”
3. AGRESIF
Sifat ini sebetulnya sudah tampak sejak usia bayi (terutama pada bayi dengan temperamen sulit). Namun akan semakin kerap kemunculannya di usia batita. Si kecil merasa keinginannya tidak dipahami oleh orang dewasa (berkaitan dengan komunikasi anak batita yang masih terbatas). Agresivitas juga dapat muncul karena kebiasaan. Misal, anak belajar dari pengalamannya jika ia berteriakteriak atau melempar barang maka orang akan memenuhi apa pun yang ia inginkan. Atau kalau ia memukul temannya, maka si teman akan memberikan mainan yang diinginkan kepadanya.
Sifat agresif yang tidak diantisipasi bisa menjadi habituasi dan berlanjut hingga usia dewasa nanti. Di saat usia anak tentunya ia akan dijauhi teman-teman, dicap nakal, sehingga pada akhirnya anak sendiri akan menerima bahwa dirinya “trouble maker” hingga ia besar nanti.
Cara menyiasati
* Saat anak tantrum, peluk atau pegang tangan/badannya. Biarkan ia marah. Setelah kemarahannya reda orangtua bisa tanyakan penyebabnya sesuai dugaan atau perkiraan orangtua. Misal, “Adik pasti sedang marah sekali ya karena ibu tidak beli es krim buat kamu sekarang? Ibu tahu, adik ingin es krim. Tapi hari sudah malam, mataharinya sudah tidur dan tokonya sudah tutup. Kalau mataharinya sudah bangun dan tokonya buka, kita nanti beli sama-sama, ya?” Dalam keadaan emosional, anak batita akan bingung mengatakan apa penyebab rasa kesalnya. Lebih baik, kita yang mendefinisikan perasaannya. Cara ini membuat anak merasa dipahami perasaannya.
* Jangan menanggapi agresivitas anak dengan cara yang agresif pula. Contoh, saat ia memukul temannya, jangan kita malah mencubit anak untuk menghentikan aksinya itu. Benar sih anak tidak akan meneruskan pukulannya, namun anak justru memperoleh gambaran bahwa sikap kasar itu diperbolehkan.
* Beri penjelasan. Memang bukan pekerjaan mudah menjelaskan pada anak batita. Karena hanya sekali diberi tahu tidak akan membuatnya patuh dan melupakan sifat agresifnya. Jangan putus asa, lama-kelamaan jika selalu dijelaskan, anak akan belajar bahwa untuk mendapatkan sesuatu tidak harus dengan sikap agresif.
4. PEMALU
Si kecil kerap bersembunyi di balik kaki ibu/bapak atau terusmenerus memegangi baju kita saat bertemu orang lain? Atau kala ditanya, anak memilih diam dan menundukkan kepala? Kalau memang ya, bisa jadi memang ia pemalu. Namun bisa juga karena ia takut pada orang asing atau tidak terbiasa bertemu dengan orang banyak.
Umumnya, sifat pemalu anak yang karena pembawaan pribadi (diturunkan dari orangtua yang juga pemalu dan tidak suka bersosialisasi) akan terbawa sampai dewasa. Meski tak ada dampak buruk pada anak, namun bisa membuat anak kehilangan peluang dalam dalam berbagai hal, dibandingkan dengan anak yang aktif dan berani. Sifat pemalu juga membuat anak sulit mengembangkan diri dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Cara menyiasati
Untuk menghadapi anak pemalu sebaiknya orangtua sering membawanya untuk bersosialisasi. Latih sejak dini dengan memasukkan anak pada lingkungan sosial dimana banyak anak bermain seperti di taman bermain. Awalnya mungkin anak merasa takut, jadi temani sementara waktu.
Setelah beberapa lama biasanya anak bisa ditinggal dan berbaur bersama anak-anak lainnya. Bisa juga anak diajak ke tempat-tempat pertemuan atau ketika orangtua bertemu dengan kenalan di jalan, anak bisa diminta untuk mengenalkan dirinya atau menyapanya. Misal, “Sayang, kenalin nih. Ini tante Diba. Ayo salam. Beri tahu siapa nama Adek.”
5. PENYENDIRI
Sifat penyendiri pada usia batita---selain dikarenakan perkembangan kognitif anak dalam melihat sesuatu masih dari sudut pandangnya sendiri---perkembangan sosialnya pun masih belum berkembang baik. Anak baru mulai sadar akan adanya tuntutan dari lingkungan sosial di usia 3 tahun ke atas. Lantaran itulah, saat bermain, anak tampak soliter (lebih suka bermain sendiri) meski ada teman di sampingnya. Sifat penyendiri akan menghilang setelah usia batita. Apalagi jika anak sudah berelasi dengan teman-temannya. Namun pada beberapa anak memang sifat penyendiri ini bisa menjadi kebiasaan yang terbawa pula sampai nantinya.
Soal dampak, sebenarnya sifat penyendiri tak jadi masalah. Bahkan hingga usia dewasa pun sebetulnya sifat ini terkadang diperlukan. Karena adakalanya manusia perlu sebagian waktu untuk menyendiri dan sebagian waktunya lagi bersosialisasi. Hanya kalau sifat penyendiri si batita sudah keterlaluan, misal, dia lebih memilih menyendiri sampai 24 jam terus-menerus, ya tidak boleh dibiarkan. Sebab anak tetap perlu beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sosial yang ada.
Cara menyiasati
Sama seperti halnya anak yang pemalu, orangtua perlu mengajak anak dalam kegiatan bersama dan bersosialisasi. Mulailah dari lingkungan orang dekat, seperti taman bermain dekat rumah yang banyak dikunjungi anak-anak tetangga, dan acara keluarga agar anak mengenal sepupu dari keluarga ayah dan ibunya. Setiap saat, ajaklah anak berkomunikasi dan jangan lupa sediakan waktu untuk mendengarkan dan menanggapi setiap ujarannya. Semakin ia percaya bahwa kita bersedia menjadi pendengarnya yang sabar, anak akan semakin berani bicara dan lebih bersikap terbuka.
(Dedeh Kurniasih/ Nakita)